Sunday, October 16, 2016

MALARINDU



Dimuat di buku kumpulan cerpen Valentine Day terbitan Nulis buku 



Apakah kau percaya takdir? Bahwa setiap orang sudah mempunyai garis takdirnya masing-masing. Garis takdir yang setiap guratannya memiliki arti. Arti yang misterius, namun begitu misteriusnya hidup, kita harus percaya akan hal-hal yang ditakdirkan. Aku percaya bahwa setiap garis takdir yang diperuntukkan untukku adalah yang terbaik. Aku memahami arti sebuah pertemuan. Setiap dua jiwa yang bertemu pasti mempunyai caranya masing-masing. Walaupun dengan cara yang tidak masuk akal sekalipun


Aku gelisah. Aku hadir disini seperti orang linglung. Padahal aku tahu tujuanku kesini untuk apa. Aku juga tahu apa yang harusnya aku perbuat di tempat ini. Tapi, sedari tadi aku hanya bisa termenung. Memandang nanar ke arah depanku. Di depanku terdapat barisan manusia yang membentuk sebuah garis membentang yang membentuk garis horizontal. Kerumunan orang yang mengantri ini bukan untuk berebut mendapatkan sembako atau mengantri minyak tanah. Mereka mengantri untuk sebuah goresan tinta. Goresan tinta yang berukir sebuah identitas. Tanda tangan. Mereka rela mengantri untuk mendapatkan sebuah tanda tangan. Mereka rela mengantri berjam-jam agar novel yang mereka genggam saat ini dapat dibubuhkan tanda tangan penulisnya.


Aku bukannya tidak ingin mengantri. Aku malah ingin sekali mendapatkan tanda tangan penulis favoritku yang kini dapat kulihat rupanya. Tetapi kakiku sukar untuk beranjak dari tempatku berdiri saat ini. Kenapa? Aku tak tahu kenapa. Hatiku berdegup kencang. Bahasa tubuhku mencerminkan sesuatu kegalauan yang tak kumengerti. Aku hanya bisa terpaku menatap novel yang ada dihadapanku. Novel berjudul “MALARINDU” dan jam dinding sebagai sampul depannya. Detak jam. Yah, seandainya saja aku bisa menghentikan detik, pasti sudah kulakukan sekarang.


“Oh..God. mengapa lama sekali?” keluhku


Aku ingin orang-orang di ruangan ini berhamburan keluar. Hingga di ruangan ini hanya ada aku dan si penulis.  Aku menarik napasku yang sudah mulai terengah-engah. Aku mencoba untuk santai, walaupun aku tahu aku tidak bisa santai dalam kondisi seperti ini. Hatiku sangat kalut. Sedikit lagi, ya sedikit lagi. Perlahan hanya tinggal segelintiran orang saja yang menghiasi ruangan ini. Aku melangkah maju seraya menghitung sisa orang yang mengantri. Sepuluh. Tujuh. Lima. Tiga. Dua. Dan…


“Nyoman.” panggilku


Akhirnya suaraku keluar juga. Kuberanikan diriku karena saat ini sudah tiada lagi yang tersisa, hanya ada aku dan Nyoman – penulis favoritku. Ia menoleh melihatku lalu tersenyum melihat ekspresi mukaku yang kegirangan bukan main.


“Oh, masih ada satu lagi.”


Aku menjulurkan novel karyanya yang berjudul “Malarindu” ke Nyoman. Dari dekat ia tampak berkharisma sekali. Aku pandangi rupanya. Terlihat kantung mata dan lingkaran mata yang menghiasi matanya. Itulah mata unik seorang penulis. Mata yang indah. Menyelami malam, merangkai kata-kata hingga ia rela jam tidurnya dikurangi. Selama menatap matanya, anganku melayang kemana-mana. Di bola matanya aku melihat serentetan kata-kata indah. Ahh…edan!


“Siapa namamu?”
“Mala…ehm… Mala Rindu”
“Hah? Itu benar nama aslimu?”
“Iya, itu nama asliku. Mala spasi Rindu. Apa perlu aku tunjukan KTP milikku agar kamu percaya?”
“Oh, nggak usah. Aku percaya kamu.”


Aku mengangguk kecil. Aku suka kalimat akhirnya, Aku percaya kamu. Kenapa kata demi kata yang ditulis atau diucapnya selalu membuatku terpesona. Aku memperhatikannya yang sedang mengukir namaku, lalu membubuhkan tanda tangannya. Aku mengucapkan terima kasih kepadanya. Ia pun mengucapkan hal serupa. Kami saling bertatapan. Lama sekali membentuk untaian sunyi. Kesunyian yang memberikan sebuah arti yang lebih dalam dari sekedar ucapan. Mata indahnya telah merangkulku lebih dalam. Aku sadar akan satu hal. Aku menginginkannya.


“Kamu adalah salah satu pembaca yang aktif berkomunikasi denganku melalui surel.”
“Oh..ya?”
“Iya. Bahkan terbilang sangat aktif. Makanya nama Mala Rindu selalu melekat di otakku. Aku pikir itu bukan nama aslimu.”
“Itu nama asliku.”
“Aku percaya kok. Namamu kebetulan saja sama dengan judul novelku.”


Aku tersenyum. Senangnya ia berucap demikian. Tak kusangka ia sangat baik. Persis saat aku berkomunikasi lewat surel, dirinya memang sangat ramah. Aku semakin kagum saja dengannya. Oh, bukan hanya ngefans saja tetapi aku juga menyukainya. Dalam artian, suka antara wanita dan pria. Aku rasa, aku jatuh cinta dengannya. Tuh kan, aku jadi ngelantur kemana-mana.


“ Mala Rindu”
“Iya”
“Omong-omong, aku ingin mengajakmu makan malam sebagai tanda terima kasih karena kamu adalah pembaca setia karyaku dan sering berkomunikasi denganku lewat surel. Apakah kamu keberatan?”
“Keberatan? Tentu saja tidak. Aku malah sangat senang bisa makan malam dengan penulis favoritku”


Inilah yang aku sebut dengan cara yang tidak masuk akal. Cinta hadir dengan tiba-tiba. Membius perasaan, meleburnya menjadi satu. Memabukkan hati, mangalir disela-sela detak jantung yang bernyawa maupun tidak. Cinta selalu punya caranya sendiri. Cinta tahu kemana ia akan berlabuh walaupun harus menembus misteri yang unik dan tak dapat dimengerti.


Nyoman. Penulis favoritku yang karyanya selalu mengiang-ngiang dalam relungku, kini dapat kurengkuh hadirnya. Dulu, aku hanya bisa berandai bertemu dengannya. Melalui serentetan kata yang terurai dalam surel. Dengannya aku merasa nyaman. Saat ini, setelah mata kami saling bertautan, kami sama-sama menyadari bahwa ada yang tidak biasa. Ini bukan sekedar hubungan antara pembaca dan penulis saja. Tapi, ada ikatan rasa disana. Surel demi surel yang terjalin antara aku dan dia telah memberikan sebuah rasa. Kami terjerat dalam sebuah getaran rasa.


“Sudah lama aku penasaran dengan sosokmu.”
“Apalagi aku. Sampai kebawa mimpi.”
“Namamu unik. Mala Rindu. Aku pikir itu hanya akal-akalanmu agar surelmu bisa dibalas olehku.”
Aku tersenyum. “Itu nama asliku. Aku juga terheran-heran mengapa orang tuaku memberikan nama itu.”
“Mungkin ibumu sering merasakan penyakit malarindu saat mengandungmu.”
“Hahaha.”


Ada yang lain. Aku merasa ada benda yang menarik hatiku dan hatinya untuk bersatu. Aku menikmati setiap percakapan dengannya. Seperti percakapan yang begitu mengalir antara aku dan Nyoman di setiap surel. Percakapan melalui surel yang sudah terjalin selama tiga tahun. Kau tahu? Aku sangat percaya bahwa kata mempunyai kekuatan dan napas. Setiap kata yang tetulis dapat memberikan arti yang beragam. Dari kata pulalah kita bisa melihat ketulusan dan membaca perasaan seseorang. I love words. Kata, kata dan kata. Itulah sebuah permulaan yang menghantarkanku kepada Nyoman.
***
Malarindu. Sebuah novel yang menceritakan hubungan jarak jauh antara Janus dan Juli. Seperti nama mereka yang berjarak antara Januari dan Juli, mereka terpisahkan dengan bermil-mil jarak yang membentang. Tak jarang mereka didera rasa rindu yang menyiksa. Padahal setiap detik mereka ingin semua rasa rindu yang ada terlampiaskan jatuh dalam sebuah dekapan. Namun apa daya, jarak yang memaksa mereka untuk menelan habis-habisan rasa rindu mereka. Sampai akhirnya mereka terjangkit penyakit malarindu. Janus dan Juli mencoba mencari obat untuk menyembuhkan penyakit malarindu mereka. Tapi semua nihil, tidak ada tabib yang menjual obat penyembuh malarindu. Akhirnya mereka membawa penyakit malarindu tersebut hingga mereka meninggal.


Aku sangat suka cerita novel tersebut. Nyoman berhasil menciptakan alur yang begitu roman namun kadang diselingi dengan komedi yang menghibur. Semenjak membaca novel Nyoman yang berjudul Malarindu, aku nekat untuk mengirim surel kepadanya. Novelnya kali ini sangat berkesan bagiku, karena ia menggunakan namanya sebagai judul novelnya.


From    : malarindu@mail.com
To        : nyoman@mail.com
Subject: malarindu
Date: 24 Januari 2008 12:04 PM


Dear Nyoman,
Aku suka sekali lagi dengan novelmu kali ini. Aku suka alurnya. Apalagi judul novelmu kali ini sama dengan namaku. Makasih karena telah memakai namaku. Aku senang sekali.

Mala Rindu



From    : nyoman@mail.com
To        : malarindu@mail.com
Subject: Re: malarindu
Date: 31 Januari 2008 05.32 AM

Hello Mala Rindu,
Wah, saya terkejut sekali namamu sama persis dengan judul novel saya. Saya pikir nama malarindu hanya sebagai bualan belaka. Mudah-mudahan kamu gak pernah terserang malarindu ya, obatnya susah tuh. Btw, thank you so much.

Salam,


Nyoman


Aku menjerit. Rasanya senang sekali surelku dibalas oleh penulis favoritku. Surelku yang pertama itu membuka jalan bagiku untuk masuk ke dalam kehidupan Nyoman. Nyoman menyambut diriku dengan sangat ramah. Surel demi surel yang ia kirimkan untukku seakan-akan seperti nyawa baru bagiku. Aku begitu semangat menjalani hari ketika aku lihat  ada surel masuk di kotak masukku. Betapa bahagianya ketika kami dapat bercengkrama melalui dunia maya namun semua yang terjalin tampak nyata. Dan, ada sebuah surel darinya yang membuat hatiku makin terperajat.


From    : nyoman@mail.com
To        : malarindu@mail.com
Subject: cinta janus dan juli
Date: 12 Juli 2009 09.54 AM

Dear Mala Rindu,
Semakin lama kok aku merasa sesuatu yang unik ya diantara kita. Aku seperti merasa bahwa kita adalah Janus dan Juli di kehidupan nyata. Aku gak tahu kamu merasakan hal yang sama atau nggak? Tapi, kayaknya aku perlu obat untuk menyembuhkan penyakit malarinduku deh hehe.

“Aku akan terus merasakan getaran mahadahsyat ini. Kata Dewa pemilik semesta, getaran ini disebut malarindu. Rindu yang terlanjur membara. Biarkan raga dan jiwaku digerogoti malarindu. Aku rela. Hanya demi kamu, Juli.” – Janus

Hug

Nyoman

From    : malarindu@mail.com
To        : nyoman@mail.com
Subject: Re: cinta janus dan juli
Date: 13 Juli 2009 06.34 PM

Dear Nyoman,
Kamu tahu? Getaran mahadahsyat itu selalu menghunjam hatiku. Rasanya tersiksa sekali. Kini aku tahu kenapa malarindu adalah penyakit paling menyakitkan di dunia ini. Malarindu, ah rasanya aku ingin merebah dalam pelukmu.

“Aku tahu obat mujarab dari malarindu adalah dekapan dan kecupan. Tapi, bagaimana kita bisa saling memberikan dekapan dan kecupan. Ini mustahil, kita berjarak bulan Februari hingga Juni. Atau mungkin saja, kita bisa mengirimkan dekapan dan kecupan ini melaluinya.” – Juli

Kiss

Mala Rindu


Hari ini, setelah satu tahun pertemuan antara aku dan dia di sebuah ruangan yang membuatku gelisah. Namun perlahan perasaan gelisah itu berubah menjadi romansa cinta. Romansa yang membuatku kini berdiri disebelah Nyoman. Di genggamannya. Malam yang bertaburan bintang, seakan nyata memberikan kilau terindahnya untuk menyinari hatiku dan Nyoman yang sedang kasmaran. Nyoman, lelaki yang kini menjerat kalbuku. Ia menjeratku dengan seuntai kata, lalu melalui tindakan nyata. Aku tahu hatiku dan hatinya saling terpaut membuat mahligai cinta yang teramat indah.


Aku tahu banyak perbedaan yang terjalin antara aku dan Nyoman. Tapi, aku percaya bahwa cinta dapat melelehkan segala perbedaan antara kami. Perbedaan umur yang terpaut lima belas tahun sama sekali tidak menghentikan cintaku kepada Nyoman. Cinta tak kenal batasan. Dulu, sebelum pertemuan ini kami terpisah dengan jarak dan waktu. Kami hanya bisa berhubungan melalui surel. Rasanya bertemu dengannya apalagi dapat berjarak sedekat ini adalah mustahil. Aku percaya memahami segala perbedaan yang ada antara aku dan Nyoman hanya masalah waktu. Aku mencintainya. Apapun dia.


Malam semakin temaram, cahaya bulan juga tak lelah memancarkan sinarnya. Berkilauan bagaikan kunang-kunang yang tiada hentinya menari. Didekat Nyoman aku merasakan sesuatu yang indah bagaikan musim semi.  Bunga-bunga merekah cantik menghiasi sudut-sudut bumi. Aku seperti bunga yang sedang tumbuh merekah yang siap menyibak wangi tubuhku kepada Nyoman. Bahagia itulah gambaran perasaanku. Tangan kami masih erat menggenggam, sedari tadi hanya mata kami yang berbicara. Melampiaskan rasa. Nyoman menatap mataku penuh arti. Ia mengusap bibirku perlahan lalu mengecup ujung bibirku dengan lembut. Kecupan yang memercikan kehangatan. Aku merasakan manis bibirnya, semanis madu yang siap dihisap oleh kupu-kupu terindah di dunia.


Aku sadar malam ini misteri telah terpecahkan. Misteri siapa pasangan puzzle yang cocok untuk hatiku. Aku telah menemukannya. Nyoman melamarku malam ini. Dengan cara yang sangat sederhana, ia menunjukan tekadnya untuk hidup bersamaku. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan haruku. Malam ini, aku tahu aku miliknya selamanya.

No comments:

Post a Comment